Sabtu, 26 Maret 2016

Pahala Orang yang Menemukan Dompet

07.32.00

Saya baru saja membuat kembali Surat Izin Mengemudi (SIM) dikarenakan hilang dari beberapa bulan yang lalu. Saya tidak menyadari SIM tersebut tercecer dari dalam dompet. Saya masih beruntung karena “hanya” SIM yang tercecer. Bagaimana jika dompet saya yang tercecer? Pastinya akan menambah pekerjaan dalam mengurus barang-barang yang berada di dalamnya seperti SIM, STNK, Kartu ATM, KTP dan lain sebagainya. Pernahkah anda mengalaminya? Pastinya, kehilangan dompet akan menimbulkan kegelisahan bagi yang merasakannya.

Bagaimana jika anda menemukan sebuah dompet berisi uang tunai dan dokumen-dokumen penting lainnya? Apa yang akan anda lakukan? Saya beberapa kali melihat postingan di grup facebook tentang seseorang yang menemukan dompet yang tercecer. Niat mereka pastinya ingin mengetahui siapa pemilik dompet tersebut. Namun jika kita berpikir lebih dalam, tidak sulit menemukan siapa pemiliknya jika di dalam dompet tersebut ada KTP, SIM dan identitas lain.

Nah, ada 3 langkah yang harus anda lakukan ketika menemukan dompet dengan identitas yang lengkap.

1. Cek Identitas si Pemilik Dompet
Berapapun uang yang ada di dalam dompet, pasti akan sangat berharga bagi pemiliknya. Kita tidak tahu apakah uang tersebut akan digunakan untuk menafkahi keluarganya atau keperluan lain. Akan sangat gelisah bagi si pemilik karena kehilangan dompet menyebabkan ia harus lebih bekerja keras mencari penggantinya. Cek alamat si pemilik dari beberapa kartu identitasnya. Jika anda yakin ia pemiliknya, lakukanlah langkah kedua.

2. Belilah Amplop di Minimarket atau Toko Terdekat
Masukkan dompet beserta isinya tersebut ke dalam amplop dan pastikan utuh seperti saat anda menemukannya. Tulis alamat lengkap pada amplop tersebut yang anda dapatkan dari kartu identitasnya untuk kelengkapan pengiriman.

3. Pergilah ke Tempat Ekspedisi Pengiriman Barang
Sedikit lagi anda akan melakukan hal besar dalam hidup anda. Kirimlah amplop tersebut ke alamat tujuan. Berkorbanlah beberapa ribu rupiah untuk biaya pengiriman tersebut. Setelah anda “menitipkan” barang tersebut di tempat ekspedisi, tersenyumlah, karena anda telah melakukan hal yang luar biasa pada hari itu dalam hidup anda.

Daripada anda memposting ke sosial media untuk mencari pemiliknya, lebih baik lakukan 3 langkah diatas dengan segera. Tak perlu menunggu pemilik dompet tersebut mencari. Berkorban uang untuk membeli amplop dan biaya kirim, tidak sebanding dari pahala yang anda dapatkan dari si pemilik dompet yang mengucap syukur atas kebaikan Anda. Anda telah mengembalikan asa mereka yang membutuhkan uang didalamnya, anda telah membantu mereka untuk tidak sibuk dan mengeluarkan uang (lagi) untuk mengurus kartu-kartu identitas yang hilang.

Semoga kebaikan kita semua dibalas oleh Allah SWT. Aamiin..

Rabu, 23 Maret 2016

Hanya Telur yang “Berdiri”

19.17.00

Sebagai buda’ Pontianak yang telah hidup 27 tahun lamanya, rasa ingin menyaksikan fenomena kulminasi pun muncul. Selama 27 tahun, belum pernah sekalipun saya menyaksikan itu. Padahal wisatawan dari luar kota bahkan luar negeri saja rela datang ke kota ini. Akhirnya saya pun hadir pada puncak kulminasi yang tepatnya pada 23 Maret 2016.

Pukul 11 siang, hari itu langit Pontianak tampak mendung. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang sangat menyengat. Karena niat sudah ada, dan semangat sudah membludak (Alamak!), saya tetap berangkat ke Tugu Khatulistiwa bersama rombongan yang jumlahnya sekitar 2 orang (itu sudah termasuk saya). Hmmmm..

Pukul 11.25 saya sampai ke TKP (Tempat Kulminasi Pontianak) <- Pemaksaan Kata. Hari masih tetap mendung. Rekan saya dari Kompas TV Pontianak, Bagus Suhanda, yang sedang liputan disana mengatakan sepertinya kita tidak akan dapat melihat peristiwa langka ini karena cuaca tidak mendukung.

Akhirnya detik-detik kulminasi pun tiba. Dan benar, hari yang semakin mendung menyebabkan selebrasi kulminasi batal dilakukan. Huhh!! Pengunjung sedikit demi sedikit meninggalkan tribun dan sibuk berfoto dengan latar belakang Tugu Khatulistiwa.

Saya pun meninggalkan titik tengah bumi itu melangkah menuju ke Monumen Tugu Khatulistiwa. (Ngadem sih ceritenye..) Semakin dekat dengan Tugu, kenapa orang-orang kembali berkumpul di titik nol derajat tersebut. Ternyata oh ternyata, walaupun mereka tidak bisa menyaksikan hilangnya bayangan mereka, mereka masih bisa menyaksikan satu keunikan lainnya, yaitu mendirikan telur disaat waktu kulminasi tersebut. Saya pun bergegas kesana dan ingin mencoba.

Ternyata susah juga ya mencari titik yang tepat untuk membuat telur itu berdiri. Ada beberapa orang yang berhasil melakukannya. Namun saya gagal. Huhuhu.. Hanya momen telur berdiri yang bisa saya abadikan di hari itu.

Kesimpulan yang bisa saya ambil dari kejadian ini adalah, walaupun hari mendung yang menyebabkan merasakan fenomena manusia tanpa bayangan gagal dilaksanakan, fenomena telur dapat berdiri tegak di titik nol derajat bumi masih bisa disaksikan.

Itu menyimpulkan bahwa si telur pantang menyerah dan tetap tegak dengan keadaan atau lingkungan yang tidak mendukung. Kita bisa belajar dari si telur bahwa jika kita tidak didukung dengan lingkungan yang baik, bukan halangan untuk tetap berdiri tegak, semangat dengan membuktikan bahwa kita bisa menjadi yang terbaik diantara “mendungnya” lingkungan sekitar. Masih galau karena bayangan mantan gak hilang gara-gara mendung? Masa’ situ kalah ama telur? Huehuehue…. :D


Catatan Penting:Adegan ini hanya dilakukan oleh telur ayam profesional. Jangan mencoba dengan telur lainnya seperti telur bebek, telur puyuh, apalagi telur Anda (eh, maksudnya selain telur ayam yang anda beli dari warung) sebelum ada anjuran dari pedagang telur terdekat di kota anda.

Artikel Terkait Sebelumnya: Tak Semua Bayangan Akan Sirna di Khatulistiwa

Selasa, 22 Maret 2016

Tak Semua Bayangan Akan Sirna di Khatulistiwa

02.46.00


Kulminasi matahari adalah peristiwa alam yang hanya terjadi di sejumlah negara. Selain di Indonesia, kejadian serupa bisa ditemui di Gabon, Zaire, Uganda, Kenya, dan Somalia, semuanya di Afrika. Di Amerika Latin garis itu juga melintasi empat negara yaitu, Ekuador, Peru, Columbia dan Brazil. Dari semua kota atau negara yang dilewati tersebut, hanya ada satu di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis khatulistiwa yaitu Kota Pontianak sehingga menjadi tujuan destinasi utama saat fenomena kulminasi.

Kota Pontianak, tepatnya Tugu Khatulistiwa, saat ini berada pada posisi 0 derajat, 0 menit, 3,809 detik lintang utara; dan 109 derajat, 19 menit, 19,9 detik bujur timur. Karena itulah Kota Pontianak juga dikenal dengan sebutan Kota Khatulistiwa. Peristiwa kulminasi itu selalu terjadi setahun dua kali, pada 21 - 23 Maret dengan titik kulminasi tepat pukul 11.51 WIB, dan 21 - 23 September dengan titik kulminasi tepat pada pukul 11.38 WIB di Tugu Khatulistiwa.

Sebagai orang Pontianak asli, pastinya tak sulit bagi saya untuk berkunjung ke Tugu Khatulistiwa. Namun ternyata, selama 27 tahun hidup sebagai buda’ Pontianak, belum pernah sekalipun saya melihat secara langsung fenomena kulminasi. Huehuehue.. eits, tapi itulah enaknya jadi warga Pontianak. Disaat niat muncul untuk melihat fenomena langka itu, saya pun telah menyusun agenda untuk kesana. BESOK! 23 Maret 2016 saya akan kesana untuk pertama kalinya.

Kabar ini akhirnya sampai ke pelosok negeri taZki, dimana salah seorang personel juga ingin kesana. Katanya sih, penasaran melihat kenapa manusia bisa tanpa bayangan, dan telur bisa berdiri tegak. Namun saya tak habis pikir si jomblo ini juga ingin menghilangkan bayangan yang lain.

Sudah saya katakan padanya, tidak semua bayangan akan sirna disana. Bayangan kita akan hilang, tapi bayangan mantanmu tidak akan hilang dari benakmu anak muda. Akan tetap kekal hingga ujung waktu memisahkan kalian. Haa udahh..

Yok beramai-ramai kite ke Tugu Khatulistiwa. Orang laen yang di luar negeri tu sehe ke kote kite, tang kite yang dekat ni ndak maok cobe. Kan kalo ramai pengunjung, akan menjadikan kote kite semakin terkenal. Kalo bukan kite, siape agik.. kalo bukan besok, bile agik.. Nunggu lah September nanti.


#SayePontianak #BanggeSamePontianak

Rabu, 16 Maret 2016

KEPITING

00.25.00

Pada suatu ketika di lingkungan pertapaan, seorang pertapa muda sedang berjalan-jalan pagi. Ketika ia melewati sebuah sungai, ia melihat seekor kepiting tengah berjuang melawan arus. Kepiting tersebut timbul tenggelam berjuang untuk menyeberangi sungai kelihatannya.


Tergerak oleh belas kasihan, petapa muda itu menjulurkan jarinya untuk menolong si kepiting. Bukannya malah naik, si kepiting malah menjepit tangan si petapa muda. Petapa itu kesakitan, namun ia membiarkan si kepiting melakukanya sembari membawanya ke pinggir sungai. Ketika sudah sampai di pinggir sungai, ia melepaskan jepitan kepiting itu dari tangannya dan membiarkannya pergi.


Namun celakanya, sepanjang pagi itu banyak kepiting berjuang melewati sungai. Tanpa pikir panjang si petapa melakukan hal yang sama dengan kepiting yang lain. Maka tak sampai satu jam kemudian, darah mulai mengucur dari jari-jari si petapa muda. Selang beberapa menit kemudian, seorang petapa tua juga melewati sungai tersebut.


Rupa-rupanya ia mengamat-amati si petapa muda dari jauh. Lalu ia berjalan mendekati petapa muda itu sambil bertanya, “Hai anak muda, apa yang sedang engkau lakukan?”


“Saya sedang menolong kepiting-kepiting ini untuk menyebrangi sungai,” jawab si petapa muda polos.


“Kau biarkan jarimu berdarah-darah demi itu?” tanya si petapa tua.


“Ya, bapak. Memangnya ada yang salah dengan berkorban demi menolong yang lain?”


Si petapa tua mengambil ranting yang cukup kuat di dekat situ. Ia menyodokkan ranting itu ke dekat kepiting lain yang juga sedang berusaha. Kepiting itu menjepit ranting itu kuat-kuat, lalu si petapa tua memindahkannya ke darat.


“Lihatlah anak muda. Masih ada banyak cara menolong orang lain tanpa membuat dirimu sendiri menderita. Jangan sekali-kali engkau membiarkan yang butuh pertolongan, tetapi belajarlah untuk menolong dengan cara yang tepat tanpa mengorbankan dirimu sepenuhnya dalam hal itu.”

Si petapa muda memandang seniornya dengan penuh rasa hormat dan menjawab, “Terima kasih banyak guru. Saya masih merasa, sering berkorban diri seutuhnya dalam menolong orang adalah hal yang mulia, tapi alangkah baiknya kalau sayapun juga ikut berjuang supaya saya tidak dikorbankan bersama penderitaan mereka.”



*****



Sumber Inspirasi: Kisah Penuh Hikmah

About Us

Recent